BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi Daerah menjadi gagasan memikat setelah pemerintahan Orde Baru mengalami kebangkrutan. Ia diyakini sebagai formula mengakhiri permasalahan dan ketidak-harmonisan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah di
Maka segera setelah mendapatkan mandat untuk menggantikan Soeharto, Presiden B.J. Habibie menerbitkan UU No 22 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, guna meresponi tuntutan penerapan desentralisasi pemerintahan. Bagi publik
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka kami dapat merumuskan masalah maklaha kami pada:
- Pengertian otonomi daerah.
- Visi otonomi daerah.
- Model-model otonomi daerah.
- Prinsip-prinsip otonomi daerah.
- Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah.
- Otonomi daerah dan demokratisasi.
- Sejarah otonomi daerah.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka kami batasi masalahnya pada:
1. Apa pengertian otonomi daerah ?
2. Bagaimana visi otonomi daerah ?
3. Bagaimana model-model otonomi daerah ?
4. Bagaimana prinsip-prinsip otonomi daerah ?
5. Bagaimana pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah ?
6. Bagaimana otonomi daerah dan demokratisasi Bagaimana?
7. Bagaimana sejarah otonomi daerah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara interchangeable. Secara praktis dalam pemerintahan kedua istilah ini tidak dapat dibedakan antara keduanya. Bahkan menurut banyak pemikir dan para ahli otonomi daerah adalah desentralisasi itu sendiri. Otonomi dalam makna sempit diartikan sebagai “mandiri” sedangkan dalam arti luas diartikan sebagai “berdaya”. Dengan demikian otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Sama halnya dengan desentralisasi, desentralisasi sebagaimana yang dikemukakan oleh PBB adalah:
“Decentralization refer to transfer of authority away from the national capital whether by decocentration (i.g delegation) to field offices or by devolution to local authorities or local bodies”
Batasan ini menjelaskan proses kewenangan yang diserahkan pusat kepada daerah, proses itu dilakukan dengan dua cara yaitu dengan delegasi kepada pejabat-pejabat didaerah atau dengan devolution kepada badan-badan daerah. Akan tetapi, tidak dijelaskan isi dan keluasan kewenangan serta konsekuensi penyerahan kewenangan itu bagi badan-badan otoda.
Rondinelli mendefenisikan desentralisasi sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementrian pemerintah pusat, unit yang ada di bawah level pemerintah pusat, otoritas atau koorperasi public semi otonomi atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba. Sementara itu Shahid Javid Burki dkk, menggunakan istilah desentralisasi untuk menunjukan perpindahan kekuasaan politik fisikal dan admistratif kepada unit pemerintah sub nasional.
Jadi, secara umum desentaralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Arti penting otoda-desentralisasi adalah :
1. Untuk terciptanya efisiensi-efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. Sebagai sarana pendidikan politik.
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.
4. Stabilitas politik.
5. Kesetaraan politik.
6. Akuntabilitas public.
B. Visi Otonomi Daerah
Visi otoda merupakan simbol adanya kepercayaan dari pemerintah pusat ke daerah. Visi merupakan gambaran umum cita-cita yang akan dicapai. Adapun visi otoda adalah :
1. Politik, harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintah daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya pemerintahan yang reprosensif.
2. Ekonomi, terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan local unutk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya,
3. Sosial, menciptakam kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan disekitarnya.
Berdasarkan visi diatas maka kensep dasar otoda yang kemudian melandasi lahirnya undang-undang No.22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 merangkum hal-hal sebagai berikut :
1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestic kepada daerah.
2. Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat local dalam pemilihan dan penetapan kapala daerah.
3. Pembangunan tradisi politik yang lebis sesuai dengan kultur berkualitas tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi pula.
4. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif.
5. Peningkatan efesiensi administrasi keungan daerah.
6. Pengaturan pembagian sumber pendapatan daerah pemberian keleluasaan kepada daerah dan optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat.
C. Model-Model Otonomi Daerah - Desentralisasi
Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi sebagai berikut :
1. Dekonsentrasi, merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab administrative anatara depertqemen pusat dengan pejabat pusat di lapangan tanpa adanya penyerahan kewenangan untuk mengambil keputusan.
2. Delegasi, merupakan pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.
3. Devolosi, merupakan transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen kepada unit pemerintah daerah. Bentuk ini mememiliki
4. Privatisasi, merupakan tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, suasta dan suadaya masyarakat.
D. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah Dalam UU No.22 Tahun 1999
Prinsip-prinsip pemberian otoda yang dijadikan pedoman dalam penyelagaraan pemerintahan daerah sebagai mana terdapat dalam UU No. 22 Tahun 1999 :
1. Demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3. Otoda yang luas dan utuh diketakan pada daerah kabupaten dan daerah
4. Sesuai dengan konstitusi negara.
5. Kemandirian daerah otonom.
6. Meningkatkan peran dan fungsi badan legislative negara.
7. Asas dekonsentrasi diletakan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
8. Asas tugas pembantuan.
E. Pembagian Kekuasan Antar Pusat Dan Daerah
Kewenangan pemerintah pusat dalam UU No.22 tahun 1999 :
Hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter agama dan berbagai jenis urusan yang memang lebih efisiensi ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional aministrasi pemerintahan, badan usaha milik negara dan pengembangan sumberdaya manusia.
Selanjutnya kewenangan propinsi sebagai negara administrative dalam UU No.22 tahun 1999 :
1. Kewenangan bersifat lintas kabupaten dan
2. Kewenangan pemerintahan lainnya seperti perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro.
3. Kewenangan kelautan.
4. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan
Kewenangan pemerintah daerah kabupaten dan
1. Pertanahan
2. Pertanian
3. Pendidikan dan kebudayaan
4. Kesehatan
5. Lingkungan hidup
6. Pekerjaan umum
7. Perhubungan
8. Perdagangan dan industri
9. Penanaman modal
10. Koperasi
F. Otonomi Daerah Dan Demokratisasi
Keterkaitan otonomi daerah dengan demokratisasi : memberikan otonmi daerah tidak saja berarti memberikan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya auto-aktifiteit (bertindak sendiri), melksanakan sendiri apa yang diangap penting bagi lingkungan sendiri. Dengan berkembangnya auto- aktifiteit tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi. Pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat untuk rakyat, rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri melainkan juga memperbaiki nasibnya sendiri.
Konsekuensi otonomi daerah dengaan demokratisasi :
- Otonomi daerah harus dipandang sebagai instumen desentralisasi dalam rangka mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa.
- Otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah, bukan otonomi penerintahan daerah ( panda)juga bukan otonomi bagi daerah.
G. Sejarah Otonomi Daerah Di Idonesia
1. UU No.1 tahun 1945
Ditetapkan UU ini merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan dimasa kerajaan-kerajaan serta pada masa pemerintahan colonial yang menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan badan perwakilan daerah. Dalam UUini ditetapkan tiga jenis daerah otonom yaitu karesidenan kabupaten dan
2. UU No. 22 tahun 1948
Berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang denokratis. Dalam UU ini ditetapkan dua jenis daerah otonom yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewah, serta tiga tingkatan daerah otonom yaitu propinsi, kabupaten, dan desa
3. UU No. 1 tahun 1957
Sebagai pengaturan tunggal pertama yang berlaku untuk seluruh
4. UU No. 18 tahun 1965
UU ini menganut sistem otonomi daerah yang seluas-luasnya.
5. UU No. 5 tahun 1974
UU ini mengtur pokok-pokok penyelengaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah. Prinsip yang dipakai dalam penberian otonomi kepada daerah bukan lagi otonomi yang riil dan seluas-luasnya tetapi otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
6. UU No. 22 tahun 1999 danUU no. 25 tahun 1999
Kehadiran UU ini tidak terlepas dari perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu dimana rezim otoriter orde baru lengser dan semua pihak berkehendak untuk melakukan reformasi disemua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan kehendak reformasi itu siding istimewa MPR no XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuagan pusat dan daerah dalam kerangka negara kesatuan repoblik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah kami maka kesimpulan yang dapat kami uraikan adalah :
1. Otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
2. Visi otoda merupakan simbol adanya kepercayaan dari pemerintah pusat ke daerah.
3. Model- model otoda adalah :
a. Dekonsentrasi
b. Delegasi
c. Devolosi
d. Privatisasi
4. Prinsip-prinsip pemberian otoda yang dijadikan pedoman dalam penyelagaraan pemerintahan daerah sebagai mana terdapat dalam UU No. 22 Tahun 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar